Sejarah MI Muhammdiyah Kedungjampang
Sejarah MI Muhammdiyah Kedungjampang
Pada Tahun 1950 di Desa Karangreja Dusun Kedungjampang, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga telah
berjalan kegiatan belajar mengajar di sore hari yang dulu dikenal dengan
Madrasah Diniyah (Madin) dan sebagai tokoh berdirinya antara lain : Almarhum
H.Abdul Qodir, H.M Abdul Mukhsin, Almarhum Sarwani, karena belum memiliki
bangunan sekolah sendiri maka kegiatan belajar mengajar mondok di rumah-rumah
warga, walaupun belum memiliki bangunan sekolah tetapi kegiatan belajar
mengajar tetap berjalan dengan lancar sebagaimana sekolah pada umumnya. Adapun
tenaga-tenaga pengajarnya berasal dari guru-guru yang biasa mengajar di
pengajian-pengajian.
Masyarakat di Kedungjampang memiliki
semangat yang sangat tinggi, sehingga tidak lama kemudian dapat mendirikan
madrasah biarpun masih sangat sederhana dan hanya dapat menampung siswa
sebanyak tiga kelas dan lokasinya berdekatan dengan masjid. Umat Islam di
Kedungjampang semakin bertambah banyak, sehingga masjid tidak cukup untuk
menampung jama’ah sholat Jum’at, sehingga masyarakat berkeinginan untuk
memperluas bangunan masjid, namun membutuhkan dana yang sangat besar dan harus
mencari tanah yang lebih luas. Dari hasil musyawarah menemukan jalan keluar
yaitu membongkar bangunan masjid dan kegiatan belajar mengajar kembali berjalan
di rumah warga-warga.
Pada Tahun 1966 Departemen Agama
mengadakan pengangkatan guru agama dan Madrasah Ibtidaiyah Muhammdiyah
Kedungjampang menerima subsidi guru yang pertama kalinya sebanyak tiga orang,
namun MIM Kedungjampang masih belum
memiliki gedung, sehingga kegiatan belajar mengajar masih tetap mondok di
rumah-rumah warga. Pada waktu itu yang diberi tugas sebagai Kepala Madrasah
adalah Bapak Kosim BA.
Pada Tahun 1967 MIM
Kedungjampang secara resmi menerima
piagam dengan status tercatat. Oleh karena itu masyarakat berupaya untuk
membangun madrasah agar kegiatan belajar mengajar tidak terus menerus berjalan
di rumah-rumah warga. Dan upaya tersebut mendapat respon dari Ny. Mad Ngisa
yang bersedia mewaqafkan tanahnya dengan luas 30 ubin untuk mendirikan bangunan
Madrasah yang berbentuk menjadi tiga ruang belajar dengan biaya pembangunan
murni dari swadaya masyarakat.